Monday, March 19, 2012

Zona Waktu yang sudah 9 kali berubah

Meski usulan penyatuan zona waktu ini sempat membuat heboh, sebetulnya bagi Indonesia, ini bukanlah soal baru.

Sejak Jepang bekuasa di nusantara pada 1942, Jepang menyatukan zona waktu yang pernah disusun para pengusaha pribumi dan Belanda. Pada 1932 hingga 1942, Belanda membagi waktu bagi nusantara menjadi 6 zona.

Di tangan Jepang, standar waktu Indonesia mengikuti Tokyo yaitu GMT+9. Alasannya sederhana. Jepang ingin membuat efektif operasi militer mereka. Tentu saja tujan lain adalah “menjepangkan” wilayah Koloni. Ini juga bukan baru. Pada 1908, dibawah Belanda, nusantara jajahan ini ikut pembagian waktu di negeri Belanda.

Aturan lebih lokal dibuat pada 6 Januari 1908. Lewat Gouvernements besluit, Belanda memutuskan zona waktu Jawa Tengah dan Batavia dengan perbedaan waktu 12 menit. Peraturan resmi berlaku 1 Mei 1908, tapi hanya berlaku untuk Jawa dan Madura. Di luar wilayah itu, Belanda sama sekali tak mengaturnya.

Baru pada 1918, Belanda akhirnya mengatur pembagian zona waktu untuk wilayah di luar Jawa seperti Sumatera Barat dan Timur serta Balikpapan. Misalnya, Padang berbeda waktu 39 menit lebih lambat dari Jawa Tengah. Balikpapan berselisih 8 jam 20 menit lebih cepat dari Greenwich.

Pada 1924, Belanda menetapkan selisih waktu antara Jawa Tengah dengan Greenwich adalah 7 jam 20 menit lebih cepat dari Greenwich. Di luar peraturan itu, pembagian waktu tiap daerah ditentukan oleh Hoofden van Gewestelijk Bestuur in Buitengewesen.

Memasuki 1930-an, penerbangan internasional dari Hindia Belanda ke Singapura dan Australia dibuka. Hindia Belanda, untuk pertama kalinya, membagi enam zona waktu sejak 11 November 1932.

Selain pertimbangan penerbangan, kebiasaan masyarakat pemakai jam matahari juga menjadi alasan keluarnya peraturan ini. Pemerintah kolonial berharap masyarakat itu tak dirugikan dengan pembagian waktu ini. Ada selisih waktu, tiap zona 30 menit.

Setelah Jepang kalah di Perang Dunia Kedua, dan Belanda menduduki kembali sebagian daerah di Indonesia pada 1947, sistem waktu di Indonesia diringkas menjadi tiga zona. Tiap zona berselisih GMT +6, +7, dan +8, kecuali Papua yang berselisih GMT + 9. Namun, pembagian ini tak berlangsung lama. Pada 1950, Belanda mengakui kedaulatan Indonesia. Dengan demikian, Indonesia kembali ke pembagian enam zona waktu dengan selisih 30 menit tiap zona.

Seperti ditulis oleh historia.com, aturan ini tertuang dalam Keppres RI No. 152 Tahun 1950 yang mulai berlaku pada 1 Mei 1950. Hanya Irian yang masih menggunakan peraturan Belanda tahun 1947 karena masih diduduki Belanda. Keppres itu bertahan selama 13 tahun.

Pada 1963, Indonesia mengubah kembali zona waktu menjadi tiga zona waktu: barat, tengah, dan timur. Irian Jaya yang telah kembali ke wilayah Indonesia masuk zona timur bersama daerah tingkat I Maluku karena terletak pada 135 derajat bujur timur. Selisih waktunya dengan GMT adalah + 9. Pembagian itu resmi dimulai sejak 1 Januari 1964.

Peraturan itu bertahan sampai 1987, ketika pemerintah membuat kebijakan memutuskan Bali masuk ke zona tengah karena pertimbangan pariwisata, sedangkan Kalimantan Barat dan Tengah ditarik ke zona barat dari zona tengah. Indonesia tetap dengan zona tiga waktu sampai hari ini.

Ide penyatuan zona waktu ini tentu saja membangkitkan pro dan kontra. Deputi Sains, Pengkajian, dan Informasi Kedirgantaraan Lembaga Penerbangan Antariksa (Lapan) Thomas Djamaluddin mengatakan pembagian waktu di Indonesia sekarang sudah tepat secara internasional. Posisi Indonesia ada di 95 hingga 141 derajat garis bujur timur. Artinya zona waktunya terbagi tiga.

Sayangnya, diakui Thomas, penentuan zona waktu di dunia seringkali dibuat oleh dua alasan utama, politis dan ekonomis. China sengaja menyatukan penentuan zona waktu mereka ke dalam satu waktu karena alasan politis. (Baca juga Membunuh “30-12-2011” di Samoa). Sementara Amerika Serikat yang tetap 4 zona waktu dengan alasan ekonomis.

Ide penggabungan zona waktu di tanah air, bagi Thomas dianggap kurang tepat. Setidaknya, harus dikaji lebih mendalam. "Jika disesuaikan jam standar, maka WIB akan dipaksakan bekerja lebih awal, sedangkan WIT lebih pagi," kata dia. Risikonya, waktu produktif masyarakat tak sesuai dengan aktivitas matahari, terutama bagi yang terbiasa dengan jam matahari.

No comments: