Monday, March 19, 2012

Dunia dalam Satu Waktu...mungkinkah?

Irlandia, 1876. Sandford Fleming telah mengantongi tiket kereta untuk satu perjalanan yang dirancangnya. Agen perjalananannya telah mengatur jadwal keberangkatan mengasyikkan, pukul 5.35 malam waktu setempat.

Insinyur Kanada itu pun telah hadir di stasiun menjelang waktu keberangkatan. Tapi, sial. Kereta rupanya telah berangkat 12 jam sebelumnya, pada pukul 5.35 pagi. Fleming pun bingung. Standar waktu dunia saat itu memang amburadul. Kisah itu diungkap dalam buku Time Lord: Sir Sandford Fleming and the Creation of Standard Time.

Pengalaman buruk itu lalu membuat Fleming berpikir: bumi satu, mestinya pembagian waktu bisa diatur bersama. Dia lalu membagi waktu berdasarkan rotasi bumi 24 jam. Bumi bulat dihitung 360 derajat, dan lalu dibagi dalam 24 zona waktu.

Titik nol atau toloknya berasal dari Greenwich, di bujur 0 derajat. Ini berarti, waktu di tiap garis bujur selebar 15 derajat dapat berbeda satu jam lebih lambat, atau lebih cepat dari Greenwich.

Setelah perdebatan panjang, di hadapan para pemimpin dari penjuru dunia di Konferensi Meridian Internasional, inovasi pembagian waktu dunia karya Fleming pun diterima. Sejak 1884 dunia memakainya. Tak terkecuali Indonesia.

Berdasarkan Greenwich Mean Time (GMT) pula, Indonesia kini menetapkan tiga zona waktu. Untuk bagian barat GMT +7, GMT+8 untuk wilayah tengah, dan GMT+9 bagi Indonesia bagian timur. Begitulah keputusan pemerintah, dan warga menyusun irama hidupnya setiap hari berdasarkan zona waktu itu.

Tapi, ada satu ide menyentak pekan lalu: bagaimana kalau tiga zona waktu itu dihapus, dan Indonesia hanya punya satu standar waktu saja, di GMT +8? Usulan itu datang dari Komite Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (KP3EI), pada 9 Maret 2012.

Apa pertimbangannya? "Kami ingin memeluk orang-orang agar sama. Bangun sama-sama, tidur juga sama-sama (waktunya)," ujar Deputi Menko Perekonomian Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Lucky Eko Wuryanto.


No comments: